Betapa mulia dan
tinggi kebesaran dan prestasi Nabi Ibrahim dalam mengarungi kehidupan,
tercermin pada gelar-gelar yang diberikan Allah kepadanya. Beliau adalah
seorang Ulul Azmi (Qs. Al-Ahqaf : 35), Nabi yang sangat jujur (Qs. Maryam :
41), Hanif (Qs. An-Nahl: 120), Kekasih Allah (Qs. An-Nisa’: 125), Pemulia
Tamu (Qs. Adz-Dzariyat: 24-28), Uswah Hasanah (Qs. Al-Mumtahan: 4), Cerdas (Qs.
Al-Anbiya: 63), Pembina Rumah Ibadah Pertama (Qs. Ali- Imran: 96), Manusia yang
disebut Ummah (Qs. An-Nahl: 120), Teladan dalam Berkurban (Qs. Ash-Shoffat:
104-107), serta pengangkatan brahim sebagai Pemimpin Ummat Manusia (Qs.
Al-Baqarah: 124).
Apa sebenarnya yang menjadi rahasia keagungan Nabi
Ibrahim, sehingga beliau diangkat Allah menjadi pemimpin umat manusia?
Pertama, lurus dalam bertauhid. Nabi Ibrahim
memahami hakikat Tuhan melalui pencarian intelektual dan spiritual yang
meletihkan. Akhirnya, ia mendapatkan jawaban dengan meyakinkan. Beliau mendapat
hidayah. ”Bukan bintang, bukan bulan dan bukan pula matahari yang berhak dan
pantas disembah, tetapi Allah SWT. Dzat yang menciptakan langit dan bumu.” (Qs.
Al-An’am : 74-78)
Nabi Ibrahim menyampaikan risalah Tauhid dengan tegas dan
bijak. Ia hancurkan patung-patung yang menjadi sesembahan kaumnya. Ia siap
menghadapi hukuman dari Raja Namrud. Ia tidak mau berkompromi sedikitpun agar
mendapatkan misi tertentu, atau agar ia menjadi Wakil Raja.
Ia tidak mau mengganti, menambah atau mengurangi ajaran
wahyu sekecil apapun dengan pikiran-pikiran, ide-ide atau khayalan dan
imajinasi, atau ia membikin Ideologi Nasional sendiri, demi persatuan Nasional,
yang mengaburkan nilai-nilai ajaran Tauhid. Beliau tidak minta tolong kepada
pasukan jin atau setan dalam rangka memenangkan dakwahnya atau menghadapi
musuh-musuhnya. Bahkan sekalipun dengan ayahnya sendiri, beliau lepaskan
tanggung jawab ukhrawinya, karena Ayahnya seorang penyembah berhala. Sikap
tegas inilah yang harus diteladani oleh kaum Muslimin. (Qs. Al- Mumtahanah : 4)
Kedua, membangun keluarga da’wah. Kebanyakan manusia, ketika
mendapatkan kelebihan, ia mengumpulkan dan membangun segala hal yang
menghantarkan pada kemuliaan duniawi. Ketika kekuasaan politik sudah berada
ditangannya, maka segera menyusun segala potensi, agar kekuasaan tetap berada
ditangannya. Ia bangun istana, ia susun tentara yang kuat, ia kumpulkan harta
sebanyak-banyaknya, agar lawan politiknya bisa ditundukkan dengan hartanya,
atau paling tidak untuk anak cucunya sampai tujuh turunan.
Hal demikian tidak berlaku sama sekali bagi Nabi Ibrahim.
Ia sebarkan seluas-luasnya kalimat Tauhid. Ia ajak manusi agar menyembah Allah
saja. Ia jadikan keluarganya sebagai basis da’wah yang menjadi pendukung dan
penerus risalahnya. Karena itu Ibrahim bukan saja dikenal dengan bapak Tauhid,
tetapi juga Bapak para Nabi. Ibrahim berdoa, memohon kepada Allah dengan
sungguh-sungguh, agar keturunannya dijadikan orang-orang yang menegakkan
sholat. ”Ya Tuhan kami, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang
mendirikan sholat. ” (Qs. Ibrahim : 40).
Ketiga, mendahulukan Iman dan Ibadah daripada ekonomi. Umumnya
manusia, memilih menetap di daerah subur. Karena disitulah akan didapatkan
sumber ekonomi yang mudah. Dengan segera, manusia memperebutkan kekayaan
material, seperti kapling, perkebunan, Kepala Daerah, Departemen Pajak dan
seterusnya.
Namun Nabi Ibrahim meninggalkan daerah-daerah subur,
menuju daerah tandus. Dari Syam ke Mesir, terus ke Palestina, terkahir menetap
dikawasan tandus, tiada sebatang pohon atau tanaman pun. Di sinilah Ibrahim
diperintahkan merenovasi rumah ibadah pertama kali yang dibangun untuk manusia,
yaitu Baitullah. Tujuan utamanya adalah agar ia mampu beribadah dengan baik. ”Ya
Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah
yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian) itu agar mereka mendirikan sholat,
maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri
rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Qs.
Ibrahim: 37)
Sungguh, nabi Ibrahim membangun peradaban dengan landasan
keyakinan atau ideologi yang kuat, iman, dan ibadah yang kokoh. Ia tidak
memulai dengan pertumbuhan ekonomi. Beliau membangun peradaban dengan ibadah,
merenovasi Ka’bah bekerjasama dengan keluarganya, dengan keikhlasan yang luar
biasa, tanpa meminta bantuan orang atau bangsa lain. Karena itu, nabi Ibrahim
tidak pernah didikte orang atau bangsa lain.
Keempat, Tauladan dalam Berkurban. Inilah
puncak ujian Allah SWT terhadap Ibrahim AS. Perhatikanlah! Ibrahim mendapatkan
rentetan ujian bertubi-tubi. Semuanya lulus dan lolos dengan sempurna. Kemudian
datang ujian terakhir, ia diperintahkan untuk menyembelih putra kesayangannya,
Ismail.
Perintah ini dilaksanakan oleh Ibrahim dan Ismail dengan
tulus semata-mata karena beribadah karena Allah. Dengan Rahmah-Nya, Allah
mengganti Ismail dengan kambing besar sebagai kurban. Allah berfirman: ”Sesungguhnya
ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (Qs. Ash-Shoffat: 106)
Berkurban adalah tradisi universal, yang dikenal oleh
semua manusia. Telah menjadi kaidah kehidupan, semakin besar pengorbanan
seseorang atau suatu kaum, semakin besar peluang untuk meraih keberhasilan atau
keuntungan. Wujud pengorbanan beragam sekali. Korban harta, akal, jiwa, energi,
status, perasaan, waktu bahkan prestise.
Apakah yang kita saksikan di tengah-tengah mayoritas
Muslim saat ini. Egoisme dan kebakhilan telah melanda hampir sebagian besar
orang. Muncullah berbagai fenomena kerakusan, dalam materi maupun kekuasaan.
Tersebarnya riba dan spekulasi mata uang, akumulasi kekuasaan dan uang
sekaligus. Inilah penyebab utama muncul krisis ekonomi atau disebut dengan
krisis moneter.
Banyak orang berkorban, tetapi sekedar membagnun image,
agar tampak sebagai dermawan atau sosiawan. Berkorban untuk menutup-nutupi
kekayaan yang diperoleh secara tidak wajar. Ada orang memerintahkan kurban,
hidup prihatin, tetapi hanya untuk orang lain, bukan untuk dirinya sendiri.
Apakah artinya seekor atau du aekor sapi jika dibandingkan dengan kekayaan
jutaan dolar Amerika, yang tersimpan dalam berbagai aset perusahaan maupun
deposito Bank dalam dan luar negeri.
Kelima, Memohon ampun kepada Allah. Beliau,
Nenek para Nabi dan Rasul memohon
ampun kepada Allah. Entah ada kelalaian, ataupun ada kekurangan dalam memikul
kewajiban selama ini, sebab beliau juga manusia. Mohon ampun kepada
Bapak-Ibunya serta orang-orang yang telah menegakkan kalimat Allah. Bertambah
tinggi martabat manusia dan bertambah rendah hati di hadapan Allah.
Sementara itu kita saksikan di depan mata kita,
manusia yang kesalahannya sebesar dan setinggi gunung himalaya, tetap saja
tidak mau mengakui kesalahan, dan selalu melimpahkan kesalahan kepada orang
lain. Enggan beristighfar, enggan memohon taubat kepada Allah, apalagi mengakui
kesalahan dan meminta maaf kepada bawahan/rakyat selaku pemimpin. Masyarakat kita hanya bisa menghargai orang yang berada diatasnya. Orang
yang berada dibawahnya hanya sebagai alat untuk menapak ke atas.
Tauhid yang lurus, basis keluarga yang beriman dan
berda’wah, meletakkan iman dan Ibadah sebagai dasar kehidupan, memberi teladan
dalam berkurban serta banyak memohon ampun kepada Allah dan senantiasa mengakui
kesalahan dalah resep mujarab dalam mengarungi kehidupan, mengapai tujuan
mencapai kemuliaan di dunia dan akhirat. Semoga kita semua bisa mengambil
pelajaran sebanyak-banyaknya dari kehidupan Ibrahim AS dan keluarganya diatas. Wallahu 'alam
No comments:
Post a Comment